SEJARAH RADIOLOGI
Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas
Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu
melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar
fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung
Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini
merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus
melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian
ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian
hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada
Wilhelm Conrad Roentgen.
Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia
kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa
bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan
cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah
foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret
yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru itu.
Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir
semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada
satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat
merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar
ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan
mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan
semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini
menghitamkan kertas potret. Selain foto tangan istrinya, terdapat juga
foto-foto pertama yang berhasil dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di
dalam kotak kayu, diantaranya sebuah pistol dan kompas.
Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel,
di Perancis, pda tahun 1895 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat hampir
sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada
tahun itu juga. Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur
thorium pada awal tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang sama pasangan
suami istri tersebut menemukan unsur ketiga yang dinamakan polonium sebagai
penghormatan kepada negara asal mereka, Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka
menemukan unsur radium yang memancarkan radiasi kira-kira 2 juta kali lebih
banyak dari uranium.
Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya
mengumumkan segala yang diketahuinya tentang sinar X tanpa mencari keuntungan
sedikitpun, maupun Marie dan Piere Curie yang juga melakukan hal yang sama,
menerima hadiah Nobel. Roentgen menerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan
Piere Curie pada tahun 1904. Pada tahun 1911, Marie sekali lagi menerima hadiah
Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini merupakan kejadian
satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel dua kali. Setelah itu,
anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene Curie juga mendapat hadiah Nobel
dibidang penelitian kimia bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931.
Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan baru,
tidak semua orang menyambutnya dengan tanggapan yang baik. Ada saja yang tidak
senang, malahan menunjukkan reaksi negative secara berlebihan. Suatu surat
kabar malamdi London bahkan mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan
orang dapat melihat tulang-tulang orang lain seakan-akan ditelanjangi sebagai
suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu, Koran tersebut menyerukan kepada
semua Negara yyang beradab agar membakar semua karya Roentgen dan menghukum
mati penemunya.
Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana dan
rok yang tahan sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika Serikat, diadakan
suatu ketentuan hokum yang melarang pemakaian sinar-X pada kacamata opera.
Untunglah suara-suara negatif ini segera hanyut dalam limpahan pujian pada
penemu sinar ini, yang kemudian ternyata benar-benar merupakan suatu revolusi dalam
ilmu kedokteran.
Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat
fisika dan kimia sinar yang diketahuinya, namun yang belum diketahui adalah
sifat biologiknya. Sidat ini baru diketahui beberapa tahun kemudian sewaktu
terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna akibat penyinaran Roentgen. Mulai
saat itu, banyak sarjana yang menaruh harapan bahwa sinar ini juga dapat
digunakan untuk pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai terpikirkan bahwa
sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup manusia. Tetapi lama
kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan kedua abad ke-20, ternyata banyak
pionir pemakai sinar Roentgen yang menjadi korban sinar ini.
Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa
kerusakan pada sel-sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya sekedar perubahan
warna sampai penghitam kulit, bahkan sampai merontokkan rambut. Dosis sinar
yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan lecet kulit sampai nekrosis, bahkan
bila penyinaran masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat menjelma menjadi
tumor kulit ganas atau kanker kulit.
Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui
bahwa puluhan ahli radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini. Nama-nama korban
itu tercantum dalam buku yang diterbitkan pada waktu kongres Internasional
Radiologi tahun 1959 di Munich: Das Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen
aller Nationen.
Salah seorang korban diantara korban sinar Roentgen ini ialah
dr.Max Hermann Knoch, seorang Belanda kelahiran Paramaribo yang bekerja sebagai
ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah dokter tentara di Jakarta yang
pertama kali menggunakan alat Roentgen maka ia bekerja tanpa menggunakan
proteksi terhadap radiasi, seperti yang baru diadakan pada tahun lima puluhan.
Misalnya pada waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota
tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun 1904, dr.Knoch
telah menderita kelainan-kelainan yang cukup berat, seperti luka yang tak
kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Pada tahun 1905 beliau dikirim
kembali ke Eropa untuk mengobati penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali
lagi ke Indonesia dan bekerja sebagai ahli radiologi di RS.Tentara, Surabaya,
sampai tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke Jakarta, dan bekerja di
rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya hamper seluruh
lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh penyakit yang tak sembuh yaitu
nekrosis, bahkan belakangan ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau
sampai di amputasi salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil
menyelamatkan jiwanya. Pada tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah
menderita metastasis luas di paru-parunya.
Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan
kerusakan-kerusakan yang dapat berlanjut sampai berupa kanker kulit bahka
leukemia, maka mulailah diambil tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan
tersebut. Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953
dibentuk The International Committee on Radiation Protection, yang menetapkan
peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan selama
seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka tidak perlu khawatir akan
bahaya sinar Roentgen.
Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar
Roentgen tersebut adalah: menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan
alat-alat proteksi bila harus berdekatan dengan sinar seperti sarung tangan,
rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan mengadakan
pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan pemeriksaan darah, khususnya
jumlah sel darah putih (leukosit).
Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut
laporan, alat Roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial
Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini,
sinar Roentgen terutama digunakan di Rumah sakit Militer dan rumah sakit
pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya. Ahli radiologi Belanda yang bekerja
pada Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun sebelum perang dunia ke II
adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai melakukan radioterapi
disamping radiodiagnostik.
Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal
abad ini adalah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden,
Belanda, pada tahun 1912. Beliau mula-mula bekerja di Semarang, lalu pada permulaan
masa pendudukan Jepang dipindahkan ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal
secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang.
Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah
seorang bayi di pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias Johannes,
yang dikemudian hari berkecimpung di bidang radiologi.
Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota Palembang,
dr. Johannes jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap perlu dirawat untuk
waktu yang cukup lama di rumah sakit CBZ Jakarta. Penyakit yang diderita ialah
nyeri pada lutut kanan yang akhirnya menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat
di CBZ Jakarta, beliau sering diperiksa dengan sinar Roentgen dan inilah saat
permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes mendapat brevet ahli
radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939. Beliau dikukuhkan sebagai
guru besar pertama dalam bidang radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun
1946.
Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari
perkembangan-perkembangan ilmu radiologi selama beberapa bulan di Eropa. Beliau
berangkat dengan kapal Oranje dari Tanjung Priok. Pada saat keberangkatan,
beberapa anggota staf bagian radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri
Handoyo dan Aris Hutahuruk alm. turut mengantar beliau. Prof. Johannes
meninggal dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada bulan September 1952.
selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga menderita Herpes Zoster
pada matanya, suatu penyakit yang sangat berbahaya.
Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh radiologi
kaliber dunia, maka pada kongres radiologi internasional tahun 1959 di Munich,
delegasi Indonesia di bawah pimpinan Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan
foto beliau di antara Martyrs of Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan
khusus kongres tersebut. Tahun 1968 beliau dianugerahkan gelar Pahlawan
Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan pada tahun 1978 jenazah
almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan Kalibata.
Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para
ahli radiologi, melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung dalam
radiologi termasuk radiographer. Beliau juga adalah Bapak Radiologi dalam bidang
pendidikan dan keorganisasian. Beliaulah yang mengambil prakarsa untuk
mendirikan Sekolah Asisten Roentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai
mendirikan organisasi yang mendahului Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI)
yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952.
Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP
yaitu G.A.Siwabessy, Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan Sekolah
Asisten Roentgen karena dirasakan sangat perlunya tenaga asisten Roentgen yang
berpendidikan baik.
Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya menerima
murid lulusan SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata Roentgen (APRO) yang
menerima siswa lulusan SMA.
KAPAN PEMERIKSAAN
RONTGEN DIPERLUKAN?
Rontgen cukup aman dilakukan pada anak, bahkan pada bayi jika
memang diperlukan.
Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari satu abad yang lalu.
Tepatnya sejak 8 November 1890 ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan Jerman,
Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian diberi
label sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh. Berkat jasanya bagi
dunia kedokteran, banyak nyawa bisa diselamatkan, hingga ia mendapat
penghargaan Nobel di tahun 1901.
Pada prinsipnya sinar yang menembus tubuh ini perlu dipindahkan ke
format film agar bisa dilihat hasilnya. Seiring dengan kemajuan teknologi, kini
foto rontgen juga sudah bisa diproses secara digital tanpa film. Sementara
hasilnya bisa disimpan dalam bentuk CD atau bahkan dikirim ke berbagai belahan
dunia menggunakan teknologi e-mail.
PENYAKIT APA SAJA?
Perlu diingat, sinar X yang digunakan untuk foto rontgen merupakan
sinar yang dapat menyebarkan radiasi. Meski demikian, manfaat yang didapat dari
teknologi ini lebih banyak ketimbang risikonya jika dilakukan dengan benar.
Itulah mengapa, bila dianggap perlu bayi yang baru lahir pun bisa menjalani
tindakan ini untuk menegakkan diagnosis ada tidaknya kelainan dalam tubuhnya.
Tindakan ini dilakukan semata-mata untuk memudahkan penatalaksaan selanjutnya.
Akan tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari
dokter yang menanganinya, apakah ada indikasi, selain telah mempertimbangkan
masak-masak manfaat dan kerugiannya. Contoh indikasi yang menjadi pertimbangan
adalah:
Sesak nafas pada bayi yaitu untuk memastikan ada tidaknya kelainan
di toraksnya (rongga dada), dokter membutuhkan foto rontgen agar penanganannya
tepat. Soalnya, ada begitu banyak penyakit yang memunculkan gejala sesak napas
namun membutuhkan penanganan yang jelas-jelas berbeda. Nah, hasil foto rontgen
dapat membantu dokter menegakkan diagnosis.
Bayi muntah hijau terus-menerus yaitu bila dokter mencurigai
muntahnya disebabkan sumbatan di saluran cerna, maka pengambilan foto rontgen
pun akan dilakukan. Pertimbangan dokter untuk melakukan tindakan ini tidak
semata-mata berdasarkan usia, melainkan lebih pada risk and benefit alias
risiko dan manfaatnya.
Deteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ dalam
lainnya yaitu bagi balita sampai kalangan dewasa, foto rontgen lazimnya
dimanfaatkan untuk mendeteksi masalah pada tulang, paru-paru, usus, dan organ
dalam lainnya.
RAGAM PERSIAPAN
RONTGEN (ronsen)
Persiapan sebelum pemeriksaan dengan menggunakan sinar rontgen
dapat dibedakan sebagai berikut:
Radiografi konvensional tanpa persiapan. Maksudnya, saat anak
datang bisa langsung difoto. Biasanya ini untuk pemeriksaan tulang atau toraks.
Radiografi konvensional dengan persiapan. Yaitu pemeriksaan
radiografi konvensional yang memerlukan persiapan di antaranya untuk foto
rontgen perut. Sebelum pelaksanaan, anak diminta untuk puasa beberapa jam atau
hanya makan bubur kecap. Dengan begitu ususnya bersih dan hasil fotonya pun
dapat dengan jelas memperlihatkan kelainan yang dideritanya.
Pemeriksaan dengan kontras. Yaitu sebelum dirontgen, kontras
dimasukkan ke dalam tubuh dengan cara diminum, atau dimasukkan lewat anus, atau
disuntikkan ke pembuluh vena. Alat rontgen yang digunakan untuk pemeriksaan
selanjutnya adalah fluoroskopi. Pemeriksaan dilakukan jika usus atau lambung
anak dicurigai terputar. Untuk anak yang dicurigai menderita Hirschsprung
(penyempitan di usus besar yang disebabkan bagian usus tidak memiliki
persarafan pada dindingnya), kontras dimasukkan lewat anus. Sedangkan untuk
anak yang mengalami kelainan ginjal atau saluran kemih, kontras dimasukkan
lewat pembuluh vena atau kandung kemih.
Setelah dilakukan tindakan ini, bukan tidak mungkin akan muncul
reaksi alergi pada beberapa anak. Indikasinya adalah gatal, kemerahan, muntah,
tekanan darah turun hingga sesak napas. Oleh karena itu, alat/obat-obat untuk
menangani kondisi ini harus tersedia di ruang pemeriksaan yang merupakan bagian
dari prosedur standar pelaksanaan rontgen menggunakan kontras.
Untuk mencegah paparan radiasi, ada perlengkapan khusus yang
digunakan selama proses berlangsung. Misalnya organ vital anak akan ditutup
selama pelaksanaan foto rontgen, atau orang tua yang “memegangi” anaknya
diharuskan memakai pelindung khusus yang disebut shielding atau apron. Jatuhnya
sinar ke tubuh anak pun harus melewati piranti khusus guna meminimalisir
kemungkinan bahaya radiasi. Intinya, persiapan matang sudah dipikirkan untuk
memprioritaskan keamanan pasien.
RONTGEN KALA SAKIT
RINGAN
Banyak orang tua yang menanyakan kala anaknya sakit ringan,
seperti batuk-pilek, bolehkah dirontgen untuk pemeriksaan yang lain. Pada
prinsipnya tidak masalah sepanjang manfaat yang didapat dengan tindakan
tersebut lebih besar. Dokterlah yang akan memutuskan dengan berbagai
pertimbangan, apakah foto rontgen harus dilakukan atau tidak. Jika anak
mengalami batuk kronik disamping flu, dokter dapat meminta pemeriksaan dengan
foto rontgen.
Namun ada kondisi tertentu yang menyebabkan anak tidak bisa
dirontgen. Di antaranya anak yang sedang sakit berat. Namun dengan kemajuan
teknologi, di banyak rumah sakit sudah ada alat rontgen yang mobile. Sehingga alat
rontgenlah yang akan mendekat atau menjauh tanpa pasien harus berpindah tempat.
Selain itu, tak masalah juga bila anak memang memerlukan pemeriksaan rontgen
berulang. Contohnya pada anak yang dicurigai TBC paru sehingga perlu rontgen
ulang sebagai bahan evaluasi setelah menja-lani pengobatan selama 6 bulan.
Selain jangka waktunya cukup lama, dosis yang digunakan pun sudah
dipertimbangkan seminimal mungkin sejauh masih bisa diperoleh gambar yang
jelas. Mengenai dosis minimal yang diperbolehkan tentu sudah ada aturan
bakunya, tergantung pada organ tubuh anak, terma-suk berat badannya. Selama
dosis yang digunakan tepat, kalaupun ada sel-sel yang terkena radiasi sinar X
ini biasanya akan segera pulih kembali.
Jadi, batasannya bukan pada berapa kali dalam setahun atau berapa
banyak dalam kurun waktu tertentu anak boleh dirontgen, melainkan seberapa
penting dan mendesak tindakan tersebut harus dilakukan. Itulah mengapa pada
kondisi tertentu dimana diagnosis hanya bisa ditegakkan berdasarkan hasil
rontgen, meskipun harus diulang dalam jangka waktu relatif berdekatan, dokter
akan tetap merekomendasikannya untuk kepentingan anak.
ADA BATASNYA
Pada prinsipnya, sinar X menyebarkan radiasi yang bisa menyebabkan
ionisasi sel. Dalam jangka panjang, paparan radiasi ini bisa memicu munculnya
kanker. Namun tentu saja ambang dosis yang dibutuhkan untuk memicu kanker
tidaklah sedikit. Sejauh ini radiologi yang digunakan untuk pasien masih dalam
batas aman.
Sedangkan pekerja di lingkungan radiologi dibekali indikator
khusus untuk mendeteksi seberapa besar paparan radiasi yang sudah diterimanya.
Seiring dengan kemajuan teknologi, posisi “penembakan” pun sudah dibuat
sedemikian rupa sehingga baik pasien maupun dokter/pekerja radiologi yang
melakukan tugasnya seminimal mungkin terpapar radiasi. Demikian juga dengan
waktu yang diperlukan selama proses “penembakan” dibuat semakin singkat.
LAIN BAYI, LAIN
PULA IBU HAMIL
Tentu ada yang bertanya-tanya mengapa ibu hamil jelas-jelas
dilarang memasuki daerah yang kemungkinan terpapar sinar rontgen sementara bayi
baru lahir justru tak bermasalah. Bukankah selisih usia janin dengan bayi baru
lahir tidak jauh? Mengenai hal ini, ada pertimbangan khusus. Pada bayi baru lahir,
rontgen boleh dilakukan bila si bayi memang benar-benar sakit dan untuk
penanganannya dibutuhkan tindakan rontgen. Sedangkan dalam bentuk janin,
perkembangan seorang individu masih belum terbentuk sempurna dan akan terus
berlangsung. Bila sampai terpapar sinar rontgen sangat dikhawatirkan “susunan”
sel-sel pembentuknya akan rusak atau kacau yang akan menyebabkan bayi terlahir
cacat atau mengalami gangguan serius. Jadi, bila memang membutuhkan
pemeriksaan, khusus untuk ibu hamil akan dicarikan alternatif lain selain
rontgen.
SUDAH MERATA
Penggunaan teknologi ini di Indonesia sudah hampir merata
penyebarannya. Rumah sakit di daerah terpencil pun kini sudah banyak yang
memiliki alat ini. Adapun biaya “standar” yang diperlukan untuk foto rontgen di
rumah sakit pemerintah sekitar Rp70.000 tergantung jenis pemeriksaannya.
Sebagai catatan, rontgen termasuk tindakan yang ter-cover program kesehatan
untuk masyarakat miskin yang dicanangkan pemerintah.
Dari uraian diatas dapat di jelaskan bahwa, Sinar X yang digunakan
untuk foto roentgen merupakan sinar yang dapat menyebarkan radiasi. Namun,
manfaat yang didapat dari teknologi itu lebih banyak ketimbang risikonya. “Jadi
jika dilakukan dengan benar dan untuk kepentingan medis, tidak masalah,”.Akan
tetapi harus diingat bahwa permintaan foto rontgen harus berasal dari dokter
yang menangani. Misalnya telah mempertimbangkan masak-masak manfaat dan
kerugiannya.
Saat ini riset mengenai penggunaan sinar radiasi tersebut terus
dilakukan untuk memperkecil efek negatif dari sinar radiasi, termasuk sinar X
(sinar rontgen). Teknologi rontgen sudah digunakan lebih dari seabad lalu.
Tepatnya sejak 8 November 1890, ketika fisikawan terkemuka berkebangsaan
Jerman, Conrad Roentgen, menemukan sinar yang tidak dikenalinya, yang kemudian
diberi label Sinar X. Sinar ini mampu menembus bagian tubuh manusia, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk memotret bagian-bagian dalam tubuh, yang kemudian
dijadikan sebagai alat diagnosa untuk dasar pengobatan.
Teknologi sinar rontgen pun dianggap sebagai satu penemuan yang
mampu membantu banyak orang, terutama untuk menganalisis dan mendiagnosis suatu
kondisi demi penyembuhan suatu penyakit. Namun, radiasi yang ditimbulkan dalam
proses penyinaran rontgen disinyalir mengandung kekuatan radioaktif yang bisa
berbahaya.
Karena itu, sinar X yang ‘ditembakkan’ untuk memotret bagian dalam
organ tubuh seharusnya benar-benar dalam komposisi tepat. “Jika tidak,
teknologi ini justru bisa memicu kanker, sebab fungsi dari Sinar X adalah
mematikan pertumbuhan atau malah memicu pertumbuhan sel. Nah, jika pertumbuhan
sel tersebut liar, itulah yang disebut dengan kanker,”. Selain itu, penggunaan
sinar rontgen yang terlalu sering atau dengan dosis besar, juga berpengaruh
pada fungsi seksual.
Untuk itu, walaupun pengunaan sinar rontgen sekarang sudah melalui
kajian mendalam, untuk meminimalisasi dampak negatif penggunaan sinar rontgen,
prosedur tetap harus dilalui dengan baik. “Untuk meminimalisasi efek
radiasinya,”. Yang juga tidak kalah penting, jangan biasakan setiap ada gejala
penyakit selalu minta foto rontgen. Foto rontgen yang terlalu sering juga tidak
baik.
Bagaimana rontgen yang harus dilakukan untuk balita? Jika memang
harus dilakukan karena indikasi medis, maka harus dilakukan. Hanya saja, memang
efek radiasi pada balita memang akan lebih besar dibandingkan orang dewasa.
Karena sel-sel pada balita masih muda dan dalam masa pertumbuhan.
Pada anak-anak, biasanya dokter jarang mengajurkan untuk dilakukan
foto rontgen. Kecuali untuk tujuan operasi ataupun karena hasil tes lainnya
tidak menunjukkan hasil sehingga harus dilakukan. Pada kasus TBC pada anak,
biasanya tes mantub dulu. Foto rontgen dilakukan jika memang ada indikasi.
Termasuk misalnya jika ada patah tulang atau mau operasi.
Radiologi adalah cabang atau
spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi dan penerapan teknologi
pencitraan seperti x-ray dan radiasi untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit.
Ahli radiologi langsung sebuah array dari teknologi pencitraan
(seperti USG, computed tomography (CT), kedokteran nuklir, tomografi emisi
positron (PET) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI)) untuk mendiagnosa atau
mengobati penyakit. Radiologi intervensi adalah kinerja (biasanya minimal
invasif) prosedur medis dengan bimbingan teknologi pencitraan. Akuisisi
pencitraan medis biasanya dilakukan oleh ahli radiografi atau teknolog
radiologis.
Modalitas pencitraan berikut digunakan dalam bidang radiologi
diagnostik:
A.
Proyeksi (polos)
radiografi
Radiografi (atau Roentgenographs, dinamai penemu sinar-X, Wilhelm
Conrad Röntgen) yang diproduksi oleh transmisi X-Rays melalui pasien ke
perangkat menangkap kemudian diubah menjadi gambar untuk diagnosis. Pencitraan
asli dan masih sering memproduksi film diresapi perak. Dalam Film - Layar
radiografi tabung x-ray menghasilkan sinar x-ray yang bertujuan untuk pasien.
X-sinar yang melewati pasien disaring untuk mengurangi tersebar dan kebisingan
dan kemudian menyerang sebuah film yang belum dikembangkan, memegang erat-erat
ke layar fosfor memancarkan cahaya dalam sebuah kaset cahaya-ketat. Film ini
kemudian dikembangkan kimia dan gambar muncul di film. Sekarang menggantikan
Film radiografi-Screen Digital Radiografi, DR, di mana x-ray mogok sepiring
sensor yang kemudian mengubah sinyal yang dihasilkan menjadi informasi digital
dan sebuah gambar pada layar komputer.
Radiografi polos adalah modalitas pencitraan hanya tersedia selama
50 tahun pertama radiologi. Hal ini masih studi pertama memerintahkan dalam
evaluasi paru-paru, jantung dan tulang karena lebar kecepatan, ketersediaan dan
biaya relatif rendah.
B.
Fluoroskopi
Fluoroskopi dan angiografi adalah aplikasi khusus pencitraan
X-ray, di mana layar fluorescent dan intensifier gambar tabung dihubungkan ke
sistem televisi sirkuit tertutup. Hal ini memungkinkan real-time pencitraan
struktur dalam gerakan atau ditambah dengan agen radiocontrast. Agen
radiocontrast yang diberikan, sering ditelan atau disuntikkan ke tubuh pasien,
untuk menggambarkan anatomi dan fungsi pembuluh darah, sistem Genitourinary
atau saluran pencernaan. Dua radiocontrasts saat ini digunakan. Barium (sebagai
Baso 4) dapat diberikan secara lisan atau
dubur untuk evaluasi dari saluran GI. Yodium, dalam bentuk kepemilikan
beberapa, dapat diberikan melalui oral, rektal, rute intraarterial atau
intravena. Para agen radiocontrast kuat menyerap atau menyebarkan radiasi
sinar-X, dan dalam hubungannya dengan pencitraan real-time memungkinkan
demonstrasi proses dinamis, seperti peristaltik di saluran pencernaan atau
aliran darah dalam arteri dan vena. Yodium kontras mungkin juga terkonsentrasi
di daerah abnormal lebih atau kurang dari pada jaringan normal dan membuat
kelainan (tumor, kista, radang) lebih mencolok. Selain itu, dalam keadaan
tertentu udara dapat digunakan sebagai agen kontras untuk sistem pencernaan dan
karbon dioksida dapat digunakan sebagai agen kontras dalam sistem vena, dalam
kasus ini, agen kontras melemahkan radiasi sinar-X kurang dari jaringan
sekitarnya .
C.
CT scan
Pencitraan CT menggunakan X-ray dalam hubungannya dengan algoritma
komputasi untuk citra tubuh. Dalam CT, sebuah tabung sinar-X menghasilkan
berlawanan detektor sinar-X (atau detektor) dalam alat berbentuk cincin
berputar di sekitar pasien menghasilkan sebuah komputer yang dihasilkan
penampang gambar (tomogram). CT diperoleh pada bidang aksial, sedangkan gambar
koronal dan sagital dapat diberikan oleh rekonstruksi komputer. Agen
radiocontrast sering digunakan dengan CT untuk deliniasi ditingkatkan anatomi.
Meskipun radiografi memberikan resolusi spasial lebih tinggi, CT dapat
mendeteksi variasi lebih halus dalam redaman sinar-X. CT menghadapkan pasien
untuk radiasi pengion lebih dari sebuah radiograf. Spiral Multi-detektor CT
menggunakan detektor 8,16 atau 64 selama terus bergerak pasien melalui berkas
radiasi untuk mendapatkan gambar yang lebih halus banyak detail dalam waktu
yang lebih pendek ujian. Dengan administrasi yang cepat kontras IV selama CT
scan gambar-gambar detail halus dapat direkonstruksi menjadi gambar 3D arteri
karotis, otak dan koroner, CTA, CT angiografi. CT scan telah menjadi uji
pilihan dalam mendiagnosis beberapa kondisi mendesak dan muncul seperti
pendarahan otak, emboli paru (penyumbatan dalam arteri paru-paru), diseksi
aorta (robeknya dinding aorta), radang usus buntu, divertikulitis, dan batu
ginjal menghalangi . Melanjutkan perbaikan dalam teknologi CT termasuk kali
pemindaian lebih cepat dan resolusi ditingkatkan telah secara dramatis
meningkatkan keakuratan dan kegunaan CT scan dan akibatnya meningkatkan
pemanfaatan dalam diagnosis medis.
Yang komersial pertama CT scanner ditemukan oleh Sir Godfrey
Hounsfield di EMI Pusat Penelitian Labs, Inggris pada tahun 1972. EMI memiliki
hak distribusi ke The Beatles musik dan itu keuntungan mereka yang mendanai
penelitian. Sir Hounsfield dan Alan McLeod McCormick berbagi Penghargaan Nobel
untuk Kedokteran pada tahun 1979 untuk penemuan CT scan. CT scanner yang
pertama di Amerika Utara dipasang di Klinik Mayo di Rochester, MN pada tahun
1972.
D.
USG
Medis ultrasonografi menggunakan USG (frekuensi tinggi gelombang
suara) untuk memvisualisasikan struktur jaringan lunak dalam tubuh secara real
time. Tidak ada radiasi pengion yang terlibat, tetapi kualitas gambar yang
diperoleh dengan menggunakan USG sangat tergantung pada keterampilan orang
(ultrasonographer) melakukan ujian. USG juga dibatasi oleh ketidakmampuan untuk
foto melalui udara (paru-paru, usus loop) atau tulang. Penggunaan USG dalam
pencitraan medis telah mengembangkan sebagian besar dalam 30 tahun terakhir.
Gambar USG pertama statis dan dua dimensi (2D), tapi dengan zaman modern
rekonstruksi 3D ultrasonografi dapat diamati secara real-time; efektif menjadi
4D.
Karena USG tidak menggunakan radiasi pengion, tidak seperti
radiografi, CT scan, dan teknik kedokteran nuklir imaging, umumnya dianggap
lebih aman. Untuk alasan ini, modalitas ini memainkan peran penting dalam
pencitraan kandungan. Anatomi perkembangan janin dapat dievaluasi secara
menyeluruh memungkinkan diagnosis dini banyak anomali janin. Pertumbuhan dapat
dinilai dari waktu ke waktu, penting pada pasien dengan penyakit kronis atau
kehamilan akibat penyakit, dan pada kehamilan multipel (kembar, kembar tiga
dll). Warna-Flow Doppler USG mengukur keparahan penyakit pembuluh darah perifer
dan digunakan oleh Kardiologi untuk evaluasi dinamis jantung, katup jantung dan
pembuluh besar. Stenosis dari arteri karotid bisa pertanda infark otak
(stroke). DVT pada kaki dapat ditemukan melalui USG sebelum terhalau dan
perjalanan ke paru-paru (emboli paru), yang bisa berakibat fatal jika tidak
diobati. USG berguna untuk gambar-dipandu intervensi seperti biopsi dan
drainase seperti Thoracentesis). Kecil perangkat ultrasound portabel sekarang
ganti peritoneal lavage di triage korban trauma dengan langsung menilai
keberadaan perdarahan di peritoneum dan integritas jeroan utama termasuk limpa,
hati dan ginjal. Hemoperitoneum ekstensif (perdarahan di dalam rongga tubuh)
atau cedera pada organ utama mungkin memerlukan eksplorasi bedah muncul dan
perbaikan.
MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
MRI menggunakan medan magnet yang kuat untuk menyelaraskan inti
atom (biasanya proton hidrogen) di dalam jaringan tubuh, kemudian menggunakan
sinyal radio untuk mengganggu sumbu rotasi inti ini dan mengamati sinyal
frekuensi radio yang dihasilkan sebagai inti kembali ke negara awal mereka
ditambah semua sekitarnya daerah. Sinyal radio yang dikumpulkan oleh antena
kecil, yang disebut gulungan, ditempatkan di dekat daerah tertentu. Keuntungan
dari MRI adalah kemampuannya untuk menghasilkan gambar di aksial, koronal,
sagital pesawat miring dan beberapa dengan mudah sama. MRI scan memberikan
kontras jaringan lunak terbaik dari semua modalitas pencitraan. Dengan kemajuan
dalam pemindaian kecepatan dan resolusi spasial, dan perbaikan dalam algoritma
3D komputer dan perangkat keras, MRI telah menjadi alat dalam radiologi
muskuloskeletal dan neuroradiology.
Salah satu kelemahan adalah bahwa pasien harus terus diam selama
jangka waktu yang lama dalam ruang, bising sempit sedangkan imaging dilakukan.
Claustrophobia cukup parah untuk mengakhiri ujian MRI dilaporkan dalam sampai
5% pasien. Perbaikan terbaru dalam desain magnet, termasuk bidang magnet yang
lebih kuat (3 teslas), ujian kali memperpendek, lebih luas, membosankan magnet
lebih pendek dan desain magnet lebih terbuka, telah membawa beberapa bantuan
untuk pasien sesak napas. Namun, dalam kekuatan medan magnet yang sama sering
ada trade-off antara kualitas gambar dan desain terbuka. MRI memiliki manfaat
besar dalam pencitraan otak, tulang belakang, dan sistem muskuloskeletal.
Modalitas saat ini kontraindikasi untuk pasien dengan alat pacu jantung, implan
koklea, beberapa pompa obat berdiamnya, jenis tertentu dari klip aneurisma
serebral, fragmen logam di mata dan beberapa perangkat keras metalik karena
medan magnet kuat dan kuat sinyal radio berfluktuasi tubuh terkena . Wilayah
kemajuan potensial termasuk pencitraan fungsional, MRI jantung, serta MR terapi
gambar dipandu.
Kedokteran Nuklir
Pencitraan kedokteran nuklir melibatkan administrasi ke pasien
radiofarmasi terdiri dari zat dengan afinitas untuk jaringan tubuh tertentu
diberi label dengan perunut radioaktif. Para pelacak yang paling umum digunakan
adalah Technetium-99m, Yodium-123, Iodine-131, Gallium-67 dan Thallium-201.
Jantung, paru-paru, tiroid, hati, kandung empedu, dan tulang umumnya dievaluasi
untuk kondisi tertentu menggunakan teknik ini. Sementara detail anatomi
terbatas dalam studi ini, kedokteran nuklir ini berguna dalam menampilkan
fungsi fisiologis. Fungsi ekskretoris pada ginjal, kemampuan berkonsentrasi
yodium dari aliran, tiroid darah ke otot jantung, dll dapat diukur. Perangkat
pencitraan utama adalah kamera gamma yang mendeteksi radiasi yang dipancarkan
oleh pelacak dalam tubuh dan menampilkannya sebagai gambar. Dengan pemrosesan
komputer, informasi yang dapat ditampilkan sebagai aksial, gambar koronal dan
sagital (SPECT gambar, tunggal emisi photon computed tomography). Dalam
perangkat yang paling modern Kedokteran Nuklir gambar dapat menyatu dengan CT
scan diambil kuasi-secara bersamaan sehingga informasi fisiologis dapat
dilakukan overlay atau co-terdaftar dengan struktur anatomis untuk meningkatkan
akurasi diagnostik.
PET, (positron emission tomography), pemindaian juga berada di
bawah "kedokteran nuklir." Dalam PET scan, zat biologis aktif
radioaktif, paling sering Fluorin-18 fluorodeoxyglucose, disuntikkan ke pasien
dan radiasi yang dipancarkan oleh pasien terdeteksi untuk menghasilkan
multi-planar gambar tubuh. Jaringan lebih aktif metabolisme, seperti kanker, zat
aktif berkonsentrasi lebih dari jaringan normal. PET gambar dapat
dikombinasikan dengan gambar CT untuk meningkatkan akurasi diagnostik.
Aplikasi kedokteran nuklir dapat mencakup pemindaian tulang yang
secara tradisional memiliki peran yang kuat dalam work-up/staging kanker.
Pencitraan perfusi miokard adalah ujian penyaringan sensitif dan spesifik untuk
iskemia miokard reversibel. Molekuler Imaging adalah perbatasan yang baru dan
menarik dalam bidang ini.